Ombak Besar Dilaut Sekitar, Nelayan Tangkap Sijura Merugi
SAMPIT, gemakalteng.co.id – Akibat cuaca buruk serta gelombang dilaut pantai yang tinggi, para nelayan tangkap di Desa Sei Ijum Raya (Sijura), Kecamatan Mentaya Hilir Selatan (MHS), Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merugi.
Sebelumnya, hasil tangkapan mereka melimpah bahkan kini membuat para nelayan gigit jari saat pulang melaut karena tak kembali modal.
Hal itu diungkapkan Kepala Desa (Kades) Sei Ijum Raya, Muhammad Samsul beberapa waktu lalu kepada media ini.
Dalam beberapa bulan belakangan, nelayan tangkap yang ada di desa ini mengeluhkan hasil tangkap yang selalu merugi lantaran ombak besar dan harga solar yang tinggi.
“Banyak nelayan kita mengeluhkan hasil tangkapan mereka menurun drastis. Bahkan ada yang mengaku mendapat keuntungan hanya 30 ribu rupiah saja, hasil senilai itu sama halnya dianggap tekor,” tutur Samsul yang akrab disapa.
Menurut Samsul, tangkapan nelayan tak terlepas dari musim paceklik dan juga akbat dari tingginya gelombang di laut tempat para nelayan mencari ikan, sehingga mereka tidak berani jauh-jauh melaut dari pantai sekitar karena armada kapal yang terbilang kecil sekitar 2 ton sampai 5 ton saja.
Selain itu, kata Samsul, untungnya para nelayan beberapa tahun sudah mengembangkan sektor perikanan budidaya di daratan memiliki usaha sampingan tambak ikan, sehingga begitu terjadi musim paceklik mereka masih memiliki penghasilan tambahan.
Hal demikian, lanjut Samsul, karena faktor perubahan alam, sejak beberapa tahun belakangan hasil tangkapan nelayan disini cenderung menurun. Selain cuaca laut yang sering berubah buruk, juga kurang didukung armada yang memadai.
Pihaknya berharap nelayan setempat mendapat bantuan fasilitas melaut beberapa tahun silam, seperti kapal besar yang memungkinkan nelayan memperoleh hasil tangkapan yang banyak bisa ke tengah laut.
Sementara, Johansyah, salah satu Kelompok Nelayan Jaya ll menuturkan, apa yang disampaikan kades benar, kalau sekarang musim tangkap para nelayan disini cenderung menurun, dan selalu merugi sejak beberapa tahun belakangan.
Terlebih harga minyak solar yang kian tinggi sehingga nelayan setempat mengeluarkan modal ekstra yang lebih besar lagi. Mereka beli hanya bisa lewat pelangsir yang menjaja kesini atau kampung perikanan Sijura. Kalau nelayan beli di SPBU tidak bisa karena tidak diperbolehkan dengan jerigen.
“Untuk harga minyak 1 jerigen isi 33 liter dibeli seharga Rp 380 ribu – 400 ribu,” ungkap Johan yang akrab dipanggil dengan geleng kepala, harga yang dibeli sampai dua kali lipat dari sebelumnya.
Selain itu, kata Johan, kapasitas perahu nelayan disini kecil, rata-rata berbobot 2 ton sampai 5 ton, jumlahnya ada sekitar 40 buah perahu balapan, tak mampu mencari ikan hingga ketengah laut lepas.
“Musim paceklik dan gelombang besar sejak Maret. Parahnya April (bulan puasa) hingga sekarang selalu merugi sampai tak kembali modal,” keluhnya dengan raut muka yang sedih.
Para nelayan memilih ogah melaut, lantaran selalu merugi. Mereka sementara nganggur sambil memperbaiki perahu yang bocor dan ngecat warna yang kusam. Disamping itu, mereka merawat ikan di kolam belakang rumah untuk bisa bertahan. (mar/foto: ist)